Mari sejenak duduk dan merenung, sudahkah kita atau saya sadar dengan lingkungan sekitar yang semakin menggila saja. Masih ingatkah kalian dengan kasus pelecehan seksual yang santer di bicarakan di media sosial menjelang akhir bulan Mei kemarin? Yuhuu, ialah Via Vallen. Banyak yang membicarakan kasus tersebut, mulai dari berita televisi, situs berita online, bahkan netijen juga tak kalah serunya membincangkan kasus Via Vallen.
Kasus ini mencuat ketika sang biduan ini mengupload screenshoot percakapannya di Instagram dengan seorang pemain sepakbola di Instagram pribadi miliknya, Via langsung menjadi sorotan publik. Via langsung saja mendapatkan berbagai macam reaksi publik, mulai dari ia di tuduh "pencari sensasi" supaya karirnya meroket menuju langit ke tujuh atau bahkan ada yang membelanya dengan membuat aksi simpatik untuk Via. Betapa hebohnya netijen jaman now.
Via Vallen adalah seorang biduan dangdut asal Kediri, ia melejit dengan lagu "sayang", jika di bandingkan biduan seumuran dengan latar belakang asal tinggal yang sama tentu penghasilannya jauh lebih banyak. Dikutip dari situs online mojok.co penghasilan via dalam satu bulan Via bisa mengantongi honor 1,3 miliar. Lalu untuk apa ia membuat sensasi "receh" semacam itu untuk mendongkrak pupularitasnya? Saya rasa bukan itu tujuan via. Lebih ia tepatnya peristiwa ini terjadi karena instagram adalah media sosial populer, artis dangdut sekelas via vallen dengan followers 7,2 M Tentu harus tau dengan resiko dipuji dan dihujat. Apalagi Via dengan sengaja mengunggah percakapannya dengan pemain sepakbola yang namanya di samarkan oleh Via. Tak heran banyak netijen yang memberikan komentar iba dan menghujat. Resiko publik figur ya begitu. Tujuan Via secara tesirat disampaikan melalui captionnya yakni "I'am not a kind that girl, dude" yang artinya dia ingin menyampaikan pada netijen melalui instagram bahwa Via hanya seorang penyanyi dangdut, bukan pemuas nafsu lelaki.
Selain Via Vallen, ada pula youtuber bernama Gita Savitri Devi yang juga terkena kasus pelecehan seksual via dm instagram. Nah yang satu ini dengan terang-terangan menunjukkan nama akun yang mengirim pesan tidak senonoh. Peristiwa ini justru "lucu" karena akun yang oknum gunakan adalah akun palsu. Akhirnya, Gita malah mendapatkan cemoohan oleh pemilik akun asli karena Gita dituduh mencemarkan nama baik meskipun ia sudah meminta maaf dan mengkonfirmasi ulang bahwa yang mengirim pesan tidak senonoh itu bukanlah orang asli tapi setan (hehehe) bukan ya maksudnya hacker. Gita juga tak luput dari cemoohan netijen, banyak yang bilang kalau dia itu "galak", "pencari sensasi", "sok cantik". Mari kita renungi dengan cermat benang merah Gita ini. Konon katanya ia adalah seorang youtube Influencer (seorang yang bertugas untuk memberikan motivasi dan menutrisi otak netijen dengan pemikiran positif melalui youtube). Selain menggeluti dunia youtube, ia juga aktif di Instagram sebagai endorsment, itu lo yang memasarkan barang orang lain.
Sebenarnya Gita pernah meluncurkan video di youtube pada rubrik "beropini" nya dengan judul "Yang Penting Buat Diomongin | beropini eps. 26". Video tersebut membicarakan tentang Gita yang geram karena sudah sering sekali mendapatkan dm (direct massage) dan komentar negatif soal bentuk badan dan bentuk mukanya di Instagram. Sudah jelas kan? Apa yang membuat ia kemudian menungunggah screenshoot DM tersebut? Ya, karna dia sudah merasa cukup bersabar dan mulai jengah dengan isi pesan dm nya yang penuh dengan pesan yang ga penting untuk di omongin ke Gita.
Baiklah, disini saya berusaha sebisa mungkin bersikap netral, eh nggak ding. Kan saya perempuan jadi saya disini bersikap subjektif saja :D
Bisa di cermati teman teman sejawat bahwa dua kasus tersebut adalah pelecehan seksual secara verbal yang dilakukan oleh laki-laki kurang kerjaan. Lelaki, kadang saya gagal faham dengan pemikiran mereka, bisa jadi sebaliknya ya. Tempo lalu saya membuka obrolan dengan teman bergenre laki-laki. Kita sama sama duduk membahas masalah pelecehan seksual dan dampaknya. Kata temen saya, lelaki itu ketika berkumpul bersama yang mereka bahas pertama kali adalah politik, rencana hidup, atau uang. Dia bilang lelaki jarang membicarakan masalah perempuan kalau tidak ada pemicunya. Katanya pemicunya muncul dari dua hal pada perempuan itu, yakni wajah dan tubuh. Ketika lelaki melihat perempuan, entah dari foto atau secara langsung, pertama yang mereka bahas adalah perempuan itu cantik atau tidak, lalu berlanjut ke "body", lalu berlanjut ke seksual. Dia bilang, lelaki tidak akan tertarik dengan obrolan mengenai "perempuan" dan "seksual" jika mereka tidak sedang melihat perempuan. Perlu di garis bawahi lagi ini kalau lelaki berkumpul bersama yaa..
Kasus Via dan Gita tentu berbeda, saya tidak tahu bagaimana para lelaki itu memiliki inisiatif yang sungguh iseng dengan mengirim pesan berbau pelecehan seksual secar verbal. Bisa jadi para lelaki ini ya memang benar-benar iseng dan kurang kerjaan, atau bisa jadi mereka memang tidak punya hati nurani. Coba ketika mereka dengan "inisiatif iseng" itu berpikir ulang sebelum mengirim pesan, bayangkan kalau itu saudara perempuanmu sendiri, apa kamu tidak jengkel kalau ada yang melecehkannya seperti itu? Atau kalau itu nanti (tapi semoga jangan) terjadi pada anak perempuanmu? Apa kamu akan ikut mencomooh anakmu karena dia adalah pemicu seksual lelaki? Sungguh kejam kalau kamu bapak yang seperti itu.
Pelecehan seksual secara verbal memang masih di anggap sepele. Masih banyak oknum yang menganggap bahwa berkomentar "tidak senonoh" di media sosial itu bebas. Iya bebaslah, wong kalian juga nggak ketemu langsung sama yang punya akun. Mau ngemeng apa aja ya berani aja. Yang ngeri lagi, mereka komentar pake akun palsu atau akun yang udah di hack, sungguh kejam itu preman~~
Tidak sesepele itu saudara saudara, pelecehan seksual verbal bisa jadi sebagai akar dari pemerkosaan. Kenapa? Karena kita perempuan cuma diem aja waktu di siul siulin, cuma diem aja waktu di katain seksi, nah ini kenapa mereka bilang "alah cuma di bilangin gitu". Karena kita semua masih tidak berani melawan.
Melawan dalam hal ini tidak yang berorasi atau apa ya. Minimal kita berani menolak atau mencoba untuk mengganti topik obrolan yang udah kelewat batas tentang seksual. Kita juga bisa saling berbenah diri, misalnya kalau pergi ke tempat umum atau bertemu dengan banyak orang, setidaknya gunakan pakaian yang layak dan tidak memicu hasrat. Bukannya membatasi tapi tahu diri. Terutama ketika kita upload foto di media sosial alangkah baiknya kalau memperhatikan bagaimana pose, ekspresi dan baju yang terlihat di foto itu, supaya nggak memicu hasrat. Dan satu lagi, untuk meminimalisir pelecehan seksual secara verbal di media sosial, kalian bisa atur privasi akun kaliam sendiri, biar yang komentar itu nggak seenak cucuknya kalau ngomong. Tapi sekali lagi, itu semua pilihan lov, seperti kata seniman "manusia itu bebas berekspresi" (tau kan manusa itu ada berapa gender? ya itu mencakup semua manusia)
Udah itu aja, yang penting Menjadi wanita kuat itu wajib, tapi jangan melupakan kodrat dan hakikat wanita. I hate sexual harrasmaent ✌
Komentar
Posting Komentar